Jakarta - Pada 3-4 November 2024, ICE Institute sukses menggelar diskusi bertema Pengembangan Kebijakan dan Metode Mikrokredensial di Artotel Jakarta. Acara ini mempertemukan para tokoh berpengaruh dari berbagai sektor, seperti akademisi, industri, dan pemerintahan, yang bekerja sama untuk mengembangkan mikrokredensial yang relevan dan inovatif di Indonesia. Diskusi ini dipimpin oleh Dr. Wesley Teter, pakar pendidikan tinggi internasional dari University of Tokyo, sementara Dra. Rahayu Dwi Riyanti, M.A., Direktur ICE Institute, membuka acara dengan menegaskan pentingnya mikrokredensial sebagai solusi atas tantangan kesenjangan keterampilan di era digital.

Hadir sebagai pembicara adalah Denni Puspa Purbasari, SE., M.Sc., PhD, Direktur Eksekutif PMO Prakerja, yang menjelaskan bagaimana program Prakerja telah memberikan akses keterampilan bagi lebih dari 18 juta orang di seluruh Indonesia. Denni menyoroti pentingnya mikrokredensial dalam mendukung pencari kerja untuk meraih kompetensi sesuai kebutuhan industri. “Dengan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri, mikrokredensial dapat menjadi jembatan kuat bagi angkatan kerja Indonesia menuju lapangan kerja berkualitas,” ujarnya.

Diskusi ini juga menghadirkan Dr. Wesley Teter, yang memberikan wawasan mendalam tentang desain mikrokredensial. Dr. Wesley menjelaskan bahwa mikrokredensial harus berfokus pada kesejahteraan peserta didik dan relevansi keterampilan yang mereka peroleh. "Dengan mikrokredensial yang dirancang secara portabel dan stackable, tenaga kerja Indonesia dapat memperoleh dan menggabungkan keterampilan sesuai kebutuhan mereka tanpa harus menjalani pendidikan formal yang panjang," ungkapnya.

Dari dunia industri, Heru Dewanto, Wakil Ketua KADIN Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, menggarisbawahi pentingnya mikrokredensial yang relevan dengan tren teknologi terkini seperti kecerdasan buatan dan keamanan siber. Heru menekankan bahwa mikrokredensial memungkinkan industri berperan aktif dalam merancang kurikulum sesuai perkembangan kebutuhan pasar kerja. "Kemitraan antara dunia akademik dan industri akan memastikan bahwa mikrokredensial diakui tidak hanya di sektor akademik, tapi juga memiliki nilai nyata di dunia kerja," tambah Heru.

ICE Institute telah merancang enam program mikrokredensial yang mencakup keterampilan penting seperti Bisnis Digital, Analisis Bisnis, Tata Kelola TI, Kecerdasan Buatan, Rekayasa Data, dan Keamanan Siber. Dr. Ir. Amelia Makmur, ST., MT., Koordinator Pokja Mikrokredensial ICE Institute, menjelaskan bahwa program ini akan resmi diluncurkan pada Februari 2025 dan didukung konsorsium yang terdiri dari delapan perguruan tinggi. Setiap program dirancang agar peserta didik dapat memperoleh keterampilan praktis yang siap digunakan di lapangan kerja.

Para peserta diskusi sepakat bahwa mikrokredensial akan menjadi kunci masa depan pendidikan di Indonesia. Prof. Drs. T. Basaruddin, M.Sc., Ph.D. dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa dukungan pemerintah sangat penting dalam penyusunan kerangka kebijakan untuk mikrokredensial yang standar dan diakui. Sementara itu, Prof. Paulina Pannen, pendiri ICE Institute, menegaskan komitmen ICE Institute untuk menjadi garda depan dalam memfasilitasi pembelajaran sepanjang hayat yang fleksibel dan terjangkau bagi semua kalangan.

ICE Institute mendorong kerjasama berkelanjutan antara akademisi, pemerintah, dan industri untuk membangun ekosistem mikrokredensial yang kuat dan relevan bagi masyarakat Indonesia. Dengan kerangka kerja dan regulasi yang jelas, mikrokredensial akan menjadi solusi efektif untuk menjembatani kesenjangan keterampilan dan memperkuat daya saing tenaga kerja nasional di pasar global. Mari dukung langkah ICE Institute dan jadikan mikrokredensial sebagai penggerak utama transformasi pendidikan Indonesia

https://link.icei.ac.id/discussion-mc-materi

DISKUSI KEBIJAKAN DAN METODE PENGEMBANGAN PROGRAM MICRO-CREDENTIAL ICE INSTITUTE